Jakarta Kebanjiran



"BANJIR...Rumah kita kebanjiran...Cepat angkat barang-barang kita ke atas!" Teriak seorang ayah kepada anggota keluarganya.

"Tapi, Yah, rumah kita kan gak ada lotengnya.Mau diangkat kemana barang kita?" Jawab anaknya polos.

Sang ayah pun terduduk lemas di atas kursi sambil merasakan genangan air yang sudah merendam kakinya. "Kalau begitu, selamatkanlah barang yang dapat kamu selamatkan, Utamakan buku pelajaran serta ijazahmu, De."


Gue langsung galau ketika mendengar percakapan tersebut.Mengapa ibukota ini harus 'kalah' ketika menghadapi banjir besar yang datang seperti petugas sensus 5 tahunan.Sebenarnya siapakah yang salah? Hujan yang turun deras dari langit? Atau manusia yang tak pernah siap menghadapinya?

Yah sudahlah, anggap saja kedua komponen ini sama-sama salah dan saling melengkapi sehingga terjadi banjir di Jakarta.Tetapi apa iya, alam itu pernah salah?

Gue cuma melihat masih ada banyak hal menyenangkan di balik banjir ini.

Manusia yang sebelumnya tidak pernah kenal dengan tetangganya karena lagi-lagi, mengunakan alasan sibuk, menjadi bersosialisasi dan saling berbagi cerita satu sama lain.

"Bu Etty, mengungsi juga yah? Barang-barang bisa diselamatkan, Bu?"

"Iya nich, Bu.Untung barang-barang dapat diselamatkan.Gimana keadaan rumah, Bu Heni? Kena banjir yang satu meter apa dua meter? Jadi inget, terakhir kali main ke rumah Bu Heni, eh, ada peliharan biawaknya.Gimana kabar biawaknya, selamat apa terendam, Bu?"

Nah, walaupun topiknya cuma dan hanya mengenai banjir tetapi manusia yang tadinya mungkin lama tidak bertegur sapa menjadi akrab kembali.Biasanya yang cuma mengetahui perkembangan sesamanya dari update status di media sosial menjadi saling peduli dan lebih berkomunikasi satu sama lain.

Begitu juga dengan para keluarga yang terkena banjir.Banyak kejadian, ketika makan malam bersama, para anggota keluarga malah asyik bermain-bermain dengan hp masing-masing.Gue curiga sebenarnya mereka itu saling berkomunikasi lewat hp untuk menjaga pita suara mereka.

"Pa, mau pesan apa nich?" Pesan dikirim dari Hp istri ke Hp suami.

"Terserah mami aja deh, yang penting ada sayurnya." Balas suaminya.

"Ma, aku mau ayam goreng kriuk-kriuk yah." Pesan dari anak sulung ke mamanya.

"Ah...pendinggggg!!! aku mau pesen sup jagung,Ma." Pesan si bungsu.

Dan keempat anggota keluarga ini memesan dalam keheningan panjang, hanya mata dan tangan mereka yang saling bergerak untuk berkomunikasi, benar-benar seperti era telepati.

Tetapi ketika banjir , hp mereka mulai kehabisan baterai karena mati lampu.Anggota keluarga mulai menggunakan pita suara emas mereka.Mereka saling berbicara satu sama lain bahkan bercanda riang ketika melewati banjir yang menghadang.Suasana makan pun menjadi romantis karena mereka saling berbagi makanan di tengah kelaparan.Kelangkaan waktu bersama pun, seperti terpecahkan, mereka jadi memiliki waktu lebih lama untuk dihabiskan bersama-sama.

Dan setelah banjir surut, para keluarga saling bekerja sama membersihkan rumah.Gue, sebagai kloset pun ikut dimandikan sehingga bersih dan wangi.Oh, sungguh menyenangkan.

Memang sich, banyak kerugian yang dialami akibat barang yang rusak dan banyak penyakit yang ikut menerpa.Tetapi percayalah, selalu ada suka dibalik duka! Dari segala kesusahan yang dialami, tidak sedikit orang yang rela mengulurkan tangan agar semua kesusahan dapat cepat teratasi.Cuma tinggal masalah hati kita, apakah dapat menerima kenyataan dan berusaha memperbaiki lingkungan yang sudah rusak atau tetap berdiam diri, mendumel, menyalahkan orang lain dan terkena banjir kembali di lain waktu?

Semoga efek sehabis banjir tetap membekas di hati, gue bukan menyuruh mengingat tentang kesusahannya.Tetapi mengingat bahwa dengan bersama-sama, kita dapat membuat sesuatu yang buruk menjadi lebih indah.Mengingat agar lebih banyak waktu untuk berkomunikasi secara real satu sama lain.

Gue sich berharap agar suatu hari nanti, pemerintah tidak hanya mengadakan car free day di Jakarta, tetapi ada kerja bakti day agar semua lapisan masyarakat bisa berdamai dengan lingkungan dan turut menjaganya sehingga ketika hujan deras menghampiri Jakarta, para keluarga bisa menghabiskan waktu dalam keadaan kering alias tidak banjir.

Inget kerja bakti, jangan cuma nitip uang dengan sejuta alasan.Tetapi tidak ada salahnya meluangkan waktu sedikit untuk menjaga dan memperbaiki lingkungan yang sudah rusak serta bersosialisasi dengan para tetangga dalam keadaan kering.



Case Kloset
-Kloset Galau-

No comments:

Post a Comment

Kloseter selalu meninggalkan jejak sebelum beranjak pergi...
Jangan Ragu-Ragu untuk beropini segala kegalauannya.