Review buku : Saga No Gabai Bachan

review buku menarik




Kali ini gue ingin mereview buku yang berjudul "Saga no Gabai Bachan", kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi "Nenek Hebat dari Saga ". Buku ini termasuk buku yang wajib dimiliki oleh setiap orang di rumahnya. Buku yang diangkat dari pengalaman pribadi penulisnya ( Yoshichi Shimada / Aikihiro) ini mencoba memberitahu kepada kita bahwa rasa bersyukur dan pantang menyerah di dalam menghadapi kehidupan di dunia ini harus tetap ada meskipun kita sedang dililit kemiskinan.

Sudah Miskin menjadi Lebih Miskin lagi

Hal ini dialami oleh Akihiro, anak lelaki yang baru saja berkelas dua SD. Saat ia masih bayi, kota Hiroshima terkena bom atom dan menewaskan sang ayah. Ibu Akihiro pun menggantikan peran sang ayah untuk mencari uang agar Akihiro dapat terus bersekolah dan mendapatkan masa depan yang lebih baik. Karena keadaan saat itu memang sangat susah untuk mencari pekerjaan dan biaya hidup yang sangat tinggi, Akihiro dikirim ke Saga (sebuah kota kecil di Jepang) agar ia tinggal bersama neneknya terlebih dahulu untuk menghemat biaya.

Yang terjadi adalah Akihiro kecil ternyata mengalami hidup yang jauh lebih susah daripada sebelumnya karena keadaan neneknya di Saga ternyata jauh lebih miskin daripada keadaan mereka di Hiroshima. Pertemuan pertama mereka pun jauh dari kesan manja seorang nenek kepada cucu nya, sang nenek saat itu juga langsung mengajari Akihiro untuk memasak nasi, hal ini disebabkan karena sang nenek yang harus bekerja sebagai petugas kebersihan di salah satu Universitas Saga harus berangkat pagi-pagi buta dan baru akan pulang ketika malam tiba, tidak akan pernah sempat untuk membuatkan sarapan maupun makan siang untuk sang cucu. Akihiro yang baru saja berumur 8 tahun harus dapat mengurus dirinya sendiri dan mengisi waktunya seorang diri.

Meskipun sangat miskin, Nenek Osano menjalani hidup dengan penuh ceria dan optimis. Selalu ada saja akal dari Nenek Osano untuk menyiasati kemiskinannya dan keterbatasannya. Seperti, mengikat pinggangnya dengan seutas tali yang menyambung dengan sebuah magnet besar kemanapun ia pergi, fungsinya magnet ini tentu saja untuk menarik paku atau benda-benda logam lainnya yang akan dijual sang nenek ke toko daur ulang. Jadi setiap kali sang nenek Osano berjalan maka akan ada bunyi Klang klang klang klang dan hal ini tidak pernah membuatnya malu.

"Sungguh sayang kalau kita sekedar berjalan. Padahal kalau kita berjalan sambil menarik magnet, lihat, begini menguntungkannya, kalau kita jual, sampah logam lumayan tinggi harganya. Benda yang jatuh pun kalau kita sia-siakan, bisa dapat tulah"

Nenek Osano juga memiliki supermarket pribadi, yaitu sungai yang berada di depan rumahnya dimana seringkali benda-benda yang sudah tidak terpakai ikut hanyut bersama arus sungai. Sang nenek hanya menggunakan sebatang galah untuk mengambil barang-barang hanyut tersebut seperti ranting-ranting yang akan dikeringkan untuk dijadikan kayu bakar, sayur-sayuran cacat yang berasal dari pasar yang dibuang ke sungai bahkan diambil oleh sang nenek untuk diolah kembali menjadi lauk makan malam bahkan nenek Osano pernah mendapatkan sandal kayu / geta untuk digunakan pergi bekerja.

"Dari hari ke hari, berbagai benda hanyut di sungai lalu tersangkut di galah Nenek. Itulah sebabnya Nenek menyebut sungai sebagai supermarket. Malah dengan pelayanan ekstra, katanya, “Belanjaan kita langsung diantar.”

Terkadang bila tidak ada apa pun yang tersangkut di galah, Nenek akan berkata, “Hari ini supermarket libur.” Dengan ekspresi wajah menyenangkan."

Akihiro pun belajar banyak hal dari sang nenek, meskipun pada awalnya ia selalu merindukan sang ibu yang tidak kunjung datang untuk menjenguknya, merasa kesepian dan malu karena miskin. Tetapi dari sang nenek Osano, ia belajar untuk menjadi pribadi yang tangguh dan bertanggung jawab atas hidupnya. Nenek Osano yang terlihat sangat cuek dengan Akihiro ternyata mempunyai rasa cinta yang begitu besar yang diungkapkan dengan perjuangannya membelikan sepasang sepatu untuk cucunya. 

Bagi nenek Osano, "Miskin bukan berarti merendahkan diri dengan meminta-minta dan berharap belas kasihan orang lain." Prinsip Nenek Osano itu mampu membuatnya berbuat kebaikan kepada orang lain tanpa mengharap imbalan sepeserpun, hal yang sudah sangat jarang kita temui sekarang ini. 

"Ketika seseorang berbuat baik dengan kelebihan yang ada padanya, itu hal yang biasa. Namun ketika seseorang berbuat baik meskipun ia sebenarnya kekurangan, itu baru namanya gabai (hebat)!"
Akihiro harus tinggal di Saga bersama Nenek Osano selama kurang lebih delapan tahun sebelum ia dapat bersama kembali dengan ibunya untuk melanjutkan sekolahnya. Tetapi selama itu pula prinsip-prinsip sang nenek mengakar kuat dalam dirinya dan tidak pernah pudar bahkan sampai ia dewasa.

“Ada dua jalan buat orang miskin, yaitu miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin yang ceria, Selain itu karena bukan baru-baru ini kita menjadi miskin maka kita tidak perlu cemas. Tetaplah percaya diri.” kata Nenek Osano kepada Akihiro.

Buku Saga No Gabai Bachan yang ditulis dengan sederhana dan sudah diterjemahkan ke beberapa bahasa memang sebuah buku dengan penuturan sederhana (bahkan terlihat dari cover bukunya) dan tulus yang menceritakan kisah-kisah menarik dari sudut pandang si cucu. Buku ini sukses membuat gue tertawa dan meneteskan air mata serta merindukan sosok nenek. Aikihiro hendak mengajak setiap pembacanya untuk menciptakan “kehidupan yang baik”, dimana rahasianya terdapat dalam dua kata ini: sukacita dan bersyukur.

Di era yang maju dan teknologi yang berkembang pesat ini membuat anak-anak seringkali tumbuh menjadi pribadi yang cuek dan manja. Anak-anak jaman kini seringkali mencari jalan pintas untuk mengejar kekayaan bahkan menghalalkan segala cara agar kebutuhan mereka terpenuhi. Mereka tumbuh menjadi pribadi yang egois dan mudah sekali putus asa, oleh karena itu sudah sebaiknya anak-anak sekarang diperkenalkan dengan 'pelajaran' dari nenek Osano sehingga tumbuh menjadi manusia yang Gabai.

Buku dengan ketebalan 245 halaman diterjemahkan langsung dari bahasa Jepang oleh Indah S. Pratidina di bawah supervisi Mikihiro Moriyama sebagai koordinator penerjemah dan diterbitkan oleh Kansha Books.

No comments:

Post a Comment

Kloseter selalu meninggalkan jejak sebelum beranjak pergi...
Jangan Ragu-Ragu untuk beropini segala kegalauannya.