Kartini : Kampung tapi gak Kampung-an

Ada salah satu kloseter yang bertanya, "Apakah hari Kartini masih memiliki makna di era sekarang ini ?"  Jujur, saat itu gue binggung mau menjawab apa. Apa iya sesosok wanita bernama lengkap Raden Ayu Kartini yang berjuang puluhan tahun silam masih memiliki arti bagi kita?  Atau hari Kartini hanya berarti bagi para murid TK ataupun murid SD, dimana setiap tanggal 21 April mengikuti lomba busana daerah dan tarian-tarian daerah. 
kartini identik lomba
Hal yang identik dengan hari Kartini
Apabila kita menonton televisi atau mendengar radio, banyak sekali jawaban-jawaban yang super indah untuk mendeskripsikan tentang hari Kartini. Tapi semua itu tentu saja hanya untuk pencitraan diri semata, apabila harus jujur, mungkin jawaban ini yang paling banyak dipilih oleh sebagian besar orang, "Hari Kartini ? nothing spesial koq, soalnya bukan hari libur sich !" Sebuah jawaban yang sangat polos dan diamini oleh sebagian orang (termasuk gue). Yup! Hari Kartini hanyalah sebuah hari yang harus dilewati dari hari-hari kita di dunia.

Ada beberapa pertanyaan yang terlintas di pikiran gue, seperti : Mengapa Kartini mau repot dan bersusah payah untuk menjadi pionner di dalam emansipasi wanita ? Kenapa seorang wanita yang berasal dari daerah bisa berfikir selangkah lebih maju dibandingkan para wanita di ibukota maupun kota-kota besar di Indonesia ? Seberapa besar dampak perjuangan Kartini bagi para wanita di Indonesia ? Dan pertanyaan terakhir, apakah masih ada 'jelmaan-jelmaan' R.A Kartini di jaman canggih seperti ini ?

Dari beberapa sumber buku dan artikel hasil Googling tentang sejarah R.A Kartini ( Jujur, gue sedikit trauma belajar tentang sejarah Indonesia soalnya sejarah Indonesia gak pernah jelas dan selalu samar-samar mengenai kebenaran ceritanya. ), gue menemukan beberapa kesimpulan yang dapat menjawab pertanyaan di atas.

Kenapa sich R.A Kartini mau repot-repot menjadi pioneer emansipasi wanita ?

Kartini saat itu sangat kecewa karena ketika seorang wanita sudah datang bulan atau mens maka saat itu juga harus melupakan bangku sekolah. Meskipun semangat sekolah mereka sangat tinggi tetapi mereka tidak dianggap perlu untuk sekolah karena lebih baik mempersiapkan diri untuk sebuah pernikahan. Berbeda dengan sekarang, ketika semestinya masih harus sekolah malah memilih untuk hamil duluan T__T

Kartini juga berfikir bahwa yang bisa merasakan bangku sekolah saat itu hanyalah anak-anak bangsawan sedangkan nasib yang bukan bangsawan sangat-sangat memprihatinkan, mereka sama sekali tidak bisa membaca dan menulis. Dia merasa hal ini sangat tidak adil karena kodrat wanita dan pria di mata Allah adalah sama tetapi mengapa mendapatkan perlakuan yang berbeda di dunia ini.

Meskipun jaman dahulu belum ada Facebook, Twitter, dan Blog, Kartini sudah dapat meng-quote (mengutip) artikel-artikel yang dibacanya dari koran lokal maupun interlokal dan menuliskan beberapa buah pemikirannya kepada sahabat-sahabat penanya (sudah lama tidak menggunakan istilah ini) di negara meneer sana. Para sahabat penanya terus mendukung pemikiran dari Kartini untuk berbuat lebih baik bagi para wanita di Indonesia (itulah gunanya sahabat yang selalu mendukung satu sama lain)

Meskipun selama hidupnya, Kartini sudah dapat mendirikan sekolah yang diperuntukkan bagi para wanita yang tidak mampu tetapi buah pemikiran Kartini lebih dikenal banyak orang ketika ia sudah meninggal. Tulisan-tulisannya terhadap sahabat penanya dan beberapa artikel yang disimpan secara pribadi diterbitkan menjadi buku yang kita kenal atau slogan yang sangat terkenal hingga saat ini yaitu, Habis Gelap Terbitlah Terang.

Wanita Kampung yang Tidak Kampungan

wanita kampung
Muka ndeso tapi Pemikiran International
Meskipun Kartini berasal dari sebuah kampung tetapi pemikiran dan tindakannya selama hidup tidak mencerminkan dia seorang kampungan. Seorang wanita yang merasa perlu dan terpanggil untuk memperbaiki kesempatan bagi para wanita, Kartini menggunakan dengan tepat segala kekuasaan dan kesempatan yang dimilikinya untuk menciptakan generasi yang lebih baik.

Berbeda sekali dengan masa sekarang, orang akan menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri pribadi dan sebodoh dengan generasi yang akan datang. Dan di era yang sudah sangat mengenal emansipasi, entah mengapa gue lebih merasa bahwa wanita kota besar seperti Jakarta, banyak sekali yang bersikap kampungan dan membuat malu dirinya sendiri. Gak percaya ? coba saja amati keadaan sekeliling kita dan nonton infotainment, banyak wanita yang tindakannya sungguh kampungan.

Mungkin keadaan seperti ini, juga terjadi di jaman dahulu. Para wanita yang tinggal di Batavia lebih banyak yang terlena karena kehidupan yang lebih modern dan berfikir bahwa tidak penting belajar tinggi-tinggi karena pada akhirnya harus mengurus keluarga. "Yang penting bisa melahirkan, bisa merawat anak dan suami dan bisa memasak.". Eitss, banyak loch wanita kota saat ini yang masih memiliki pemikiran seperti ini, sekolah hanya asal sekolah karena beranggapan pada akhirnya mereka juga menikah dan bergantung sepenuhnya pada kemampuan suami.

Perjuangan Kartini berdampak besar

Seandainya dulu Kartini gak mau repot dan males (Yah, cepat atau lambat memang pasti ada sosok kartini itu sendiri, mungkin namanya Suminten atau siapapun itu) maka mungkin wanita setiap hari akan menyanyi "Dari dulu wanita dijajah, wanita dijajah sejak dulu..." dan terus mengulang lagu ini sampai akhirnya menemukan sosok pioneer atau pelopor. (btw, gue pengen tau donk siapa sich pencipta lagu wanita dijajah itu. Kalau tahu bales yah di comment)
homo gila
Sosok Kartini menekan terjadinya hal seperti di gambar
Apabila sampai saat ini masih belum ditemukan sosok Kartini, mungkin acara-acara di televisi hanya dihiasi oleh para Pria. Kolam-kolam renang juga hanya dipenuhi para Pria dan suasana kantor penuh dengan para pria yang bersenda gurau dan bekerja bersama. TIDAKKKK!!! Gue gak bisa ngebayangin hidup yang sungguh-sungguh pahit dan serasa hidup di dunia Maho

Para pria juga sudah seharusnya berterima kasih kepada Kartini yang memberikan warna untuk beberapa sektor di Indonesia ini, Tanpa adanya Kartini maka dapat dipastikan juga tingkat perkembangan maho berkembang pesat dan merajalela. Awww...

Jelmaan Kartini Sekarang Ini

Banyak sekali wanita yang gue bilang sebagai 'jelmaan' Kartini. Meskipun berpenampilan sederhana atau kampung sekalipun tetapi tidak kampungan. Para wanita yang lebih menjual otak dan kemampuan mereka dibandingkan para wanita yang memilih untuk menjual keindahan tubuh mereka agar cepat terkenal. Salah satu wanita yang gue kagumi saat ini adalah Sri Mulyani ( mantan menteri keuangan RI ), meskipun sempat terkena isu korupsi tetapi dia berhasil membuktikan diri bahwa dia tidak bersalah dan dipercaya untuk menjadi gubernur bank dunia. 

wanita hebat dunia
Aung San Suu Kyi
Kalau dari luar negeri ada Aung San Suu Kyi, presiden wanita Myanmar saat ini. Perjuangannya membebaskan Myanmar dari rezim pemerintahan yang kejam sungguh luar biasa (nonton The Lady untuk tahu lebih lanjut). Wanita yang sangat tegar dan fokus untuk menciptakan kedamaian bagi warga Myanmar, dunia sudah mengakui perjuangannya dengan memberikan nobel bagi dirinya.

Setelah mencari tahu tentang Kartini, gue dapat menyimpulkan dua hal tentang makna hari Kartini. Bagi gue, Kartini itu wanita kampung yang gak kampungan dan Kartini, secara tidak langsung membantu menyelamatkan Indonesia dari lelaki-lelaki eksis yang 'berbahaya'.

No comments:

Post a Comment

Kloseter selalu meninggalkan jejak sebelum beranjak pergi...
Jangan Ragu-Ragu untuk beropini segala kegalauannya.